Dalam persidangan, saksi ahli menjelaskan secara rinci mengenai aturan dan prosedur resmi pemberangkatan tenaga kerja ke luar negeri. Disebutkan bahwa hanya badan atau lembaga resmi yang memiliki izin dari pemerintah yang berhak memberangkatkan tenaga kerja ke luar negeri, bukan perseorangan.
Sebelum diberangkatkan, setiap calon tenaga kerja wajib memenuhi sejumlah persyaratan penting seperti surat izin dari keluarga, surat resmi dari pemerintah, surat keterangan kesehatan, serta kontrak kerja dengan pihak yang berada di luar negeri.
Menurut saksi ahli, ketentuan tersebut harus dipatuhi untuk memastikan perlindungan hukum dan kesejahteraan tenaga kerja Indonesia di negara tujuan.
“Jika syarat-syarat itu tidak dipenuhi, maka tenaga kerja tidak akan diberangkatkan. Pemerintah hanya ingin mengirim pekerja yang berkualitas dan legal. Jika proses dilakukan secara ilegal, risikonya sangat besar bagi pekerja maupun negara,” jelas saksi ahli di hadapan majelis hakim.
Ia menambahkan, jika terjadi sesuatu pada tenaga kerja di luar negeri tanpa adanya legalitas resmi, maka pemerintah tidak dapat memberikan perlindungan secara maksimal.
Dalam sidang tersebut, terdakwa Mistari membantah bahwa dirinya memberangkatkan orang untuk bekerja ke luar negeri. Ia mengaku hanya membantu sekitar 25 orang untuk berangkat ke Malaysia dengan tujuan berkunjung ke keluarga, bukan untuk bekerja.
“Saya menyesal, Yang Mulia. Saya memang membantu 25 orang waktu itu, tetapi bukan untuk bekerja. Mereka hanya ingin berkunjung ke saudaranya di Malaysia. Saya pun tidak memiliki koneksi pekerjaan di sana,” ujar Mistari di hadapan majelis hakim.
Ketua Majelis Hakim kemudian menanyakan apakah terdakwa mengetahui aturan resmi pemberangkatan tenaga kerja ke luar negeri. Mistari menjawab bahwa ia tidak mengetahui prosedur tersebut karena hanya membantu berdasarkan pengalaman masa lalunya.
Dalam sidang juga terungkap bahwa setiap orang yang diberangkatkan dikenakan biaya sebesar Rp11 juta. Dari jumlah itu, Mistari memperoleh keuntungan sekitar Rp2,5 juta, sedangkan Saim, yang disebut ikut terlibat, mendapatkan Rp1 juta per orang.
Setelah mendengarkan seluruh keterangan dari saksi ahli, jaksa, penasihat hukum, dan terdakwa, majelis hakim menutup sidang dengan keputusan menunggu hasil tuntutan dari jaksa penuntut umum (JPU) yang akan dibacakan pada sidang berikutnya minggu depan.
Usai sidang, penasihat hukum terdakwa menjelaskan bahwa kliennya tidak memahami aturan hukum terkait pemberangkatan tenaga kerja ke luar negeri. Mistari disebut memiliki keterbatasan kemampuan membaca dan menulis, sehingga semua tindakannya dilakukan berdasarkan pengalaman pribadi, tanpa memahami risiko hukum yang ada.
“Klien saya tidak mengetahui aturan resmi dan lembaga yang berwenang memberangkatkan tenaga kerja ke luar negeri. Ia tidak bisa membaca dan menulis, sehingga semua dilakukan berdasarkan pengalaman. Kita akan menunggu hasil tuntutan jaksa pada sidang berikutnya,” ungkap penasihat hukum tersebut.
Sidang lanjutan kasus imigrasi ilegal ini dijadwalkan kembali digelar pekan depan di Pengadilan Negeri Bangil dengan agenda pembacaan tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum. (Usj)
Post A Comment:
0 comments: