Jakarta,suarakpkcyber.com - Wakil Ketua KPK, Ibnu Basuki Widodo mengatakan konflik kepentingan adalah gerbang awal penyalahgunaan kekuasaan dan akar dari korupsi. Hal ini disampaikan pada Lokakarya Pencegahan Konflik Kepentingan di Sektor Publik Tahun 2025, Selasa (3/6), di Jakarta.
Masih banyak Aparat Sipil Negara (ASN) dan pejabat publik yang tidak menyadari saat berada dalam situasi Conflict of Interest atau COI. Hal itu sebagai bukti masih lemahnya kesadaran akan potensi konflik kepentingan di lingkungan birokrasi.
Indonesia memiliki regulasi untuk pengelolaan COI, yaitu Peraturan Menteri PANRB Nomor 17 tahun 2024. Untuk mendukung implementasi Permen tersebut, KPK berkerja sama mengadakan Lokakarya bersama United Nation Office on Drugs and Crime (UNODC) dan Stranas PK.
Menteri PANRB Rini Widyantini menegaskan bahwa pengelolaan konflik kepentingan tidak cukup lewat aturan formal, tetapi harus menjadi bagian dari kultur kerja birokrasi.
“Etika birokrasi itu harus hidup. COI itu seperti bayangan—tidak selalu terlihat, tapi nyata. Ini bagian penting dari mandat reformasi birokrasi,” ujarnya.
Deputi Bidang Reformasi Birokrasi KemenPAN-RB, Erwan Agus Purwanto, mengakui bahwa pengelolaan COI di kementerian/lembaga dan pemda masih menghadapi tantangan besar. Survei Penilaian Integritas (SPI) KPK tahun 2023 mencatat 52 persen responden menyatakan COI masih sering terjadi.
Direktur Monitoring KPK, Aida Ratna Zulaiha, menekankan bahwa pengelolaan konflik kepentingan memerlukan pendekatan ganda, yaitu kepatuhan terhadap aturan (compliance-based) dan penguatan kesadaran etik (value-based).
“Banyak instansi terlalu fokus pada aturan, tapi abai pada pembentukan nilai. Padahal, keputusan publik bisa bias jika nilai integritas tidak kuat,” ungkap Aida.
Melalui penguatan regulasi, kolaborasi internasional dan kesadaran publik, KPK berharap pencegahan konflik kepentingan tidak hanya menjadi kewajiban administratif, tetapi menjadi norma yang melekat dalam birokrasi.(dedi)
Post A Comment:
0 comments: