Penasehat MOI Angkat Bicara, Komisi A Jangan Asal Tuding
SURABAYA, suarakpk
- Lontaran pernyataan yang di lontarkan oleh anggota dewan komisi A DPRD Kota Surabaya Mochamad Machmud, S.sos., M.Si pada Jawa Pos 31 Oktober 2019 terkait adanya perijinan SPBU yang akan berdiri di jl Pemuda menuai protes. Pasalnya, Kader Demokrat ini menganggap bahwa terbitnya perijinan untuk mendirikan SPBU di jl Pemuda tersebut ulah dan campur tangan dari para makelar. Sontak saja pernyataan itu dianggap menyudutkan salah satu pihak dan dianggap mengkambing hitamkan para konsultan perijinan yang sedang menjalankan profesinya. Tentu saja hal ini tidak benar adanya, sebab untuk urusan perijinan tidak hanya di pantau oleh satu meja saja, namun harus berhadapan dengan berbagai dinding pembatas yaitu aturan. Dan aturan yang di terapkan oleh pemerintah kota Surabaya telah menjadi aturan yang di sepakati bersama melalui Perwali, Perda dan sebagainya.
Dengan adanya pernyataan Machmud seperti itu, hal ini memancing salah satu pengamat Tata Ruang dan Kebijakan Publik untuk angkat bicara. Sebut saja Ir Sosiawan Adiputra alias Jenderal, sebagai penasehat MOI (Media Online Indonesia) Pihak komisi A disini harus memperjelas apa akar persoalannya sebenarnya, manakala persyaratan teknis untuk berdirinya SPBU sudah memenuhi syarat untuk diterbitkannya IMB, tentang pernyataan Machmud bahwa ada peran 'makelar' atas terbitnya IMB, yang bersangkutan harus memperjelas pernyataannya, siapa yang disebut makelar dalam hal ini?
Apakah pemroses perijinan, biro jasa, atau pihak lainnya agar tidak membingungkan persepsi publik atau masyarakat Surabaya.
Bangunan yang akan dibangun untuk SPBU di jl Pemuda di anggap berbahaya karena bisa meledak, terbakar dan sebagainya. Kalaupun SPBU tersebut dianggap membahayakan lingkungan sekitarnya, tidak ada salahnya komisi A mengklarifikasi uji kelayakan teknis dan uji keselamatan dari pertamina/BP migas. Tentu saja hal ini menjadi hal yang menarik.Tentang zona tata ruang berdirinya SPBU tersebut juga tidak melanggar zona tata ruang yang sudah ditetapkan pemerintah kota surabaya sebagai kawasan perdagangan dan jasa (Perjas), kalau itu dikaitkan dengan kekhawatiran tentang operasional keberadaan SPBU membahayakan lingkungan sekitarnya, komisi A harus memperjelas seperti apa potensi bahayanya. toh dalam konteks tata ruang belum ada aturan perda/perwali yang mengatur klasifikasi bangunan yang dianggap membahayakan lingkungan.
pertanyaannya apakah DPR tahu akan SOP dari Pertamina untuk perihal safety sebuah Pom Bensin?
Padahal, apabila berkas atau persyaratan untuk mendirikan sebuah SPBU tidak lengkap, maka tidak akan terbit perijinan dari Pertamina maupun BP Migas. Jika di lihat dari aturan lahan yang akan di gunakan, jl pemuda termasuk kategori wilayah masuk Zona Perjas ( Perdagangan dan Jasa). Hal itu telah di atur oleh pemerintah kota dalam hal ini divisi Tata ruang. Tentu saja tidak ada yamg salah dalam penerapan perijinan apabila di peruntukan untuk SPBU.
Menurut Sosiawan hal ini sah sah saja. Sebab definisi keperuntukan lahan sudah di bagi dalam aturan Perda maupun Perwali.
"Saya kira jangan menyalahkan pemohon ijin maupun pengusahanya, sebab semuanya sudah di atur dalam Perda maupun Perwali. Dari sekian ratus Pom bensin yang berdiri di Surabaya baru pertama kali ini muncul pemikiran seorang anak SD, padahal jadi anggota dewan sudah tidak setahun dua tahun, seharusnya lebih bijaklah dalam menyampaikan pernyataan apalagi untuk acuan masyarakat luas. Jadi harus lebih berhati hati." beber pria yang biasa disebut Jenderal.
Sebenarnya permasalahannya bukan berada di si pemohon ijin atau pengurus ijin, tetapi lebih kepada adanya sebuah kekosongan pada sebuah aturan yang lebih definitif. Seperti pemahaman terkait Instalasi Vital, apa yang di maksud kurang lebih seperti apa?
Untuk itulah, di sini ada celah kriteria yang mana sebuah bangunan di anggap berbahaya belum ada. Apalagi belum di atur dalam Perda maupun Perwali hingga detik ini. Kedudukan tata ruang dalam tata ruang wilayah artinya keperuntukan yang lebih spesifikasi.
Sosiawan juga menambahkan, "Kembali lagi, kasus jl pemuda saya katakan Pom bensin bisa berdiri di situ. Sebab SKRK, IMB semuanya terbit, terutama UKL UPL ijin lingkungan serta kajian lalin yang selama ini di anggap menimbulkan kepadatan telah di uji dan di ukur menurut volume pengguna jalan sudah di jelaskan dalam amdal lalin maupun rekom lalin.
La kalau sudah begini salahnya ada di mana?"
"Tetap saja, salahnya bukan pada pemohon ijin atau pengurus perijinan, melainkan terletak pada celah aturan yang harusnya di pikirkan oleh fungsi legislatif yaitu DPR ataupun pemerintah kota agar merumuskan adanya aturan baru yang dapat menutupi celah aturan yang masih ada selama ini. Entah itu berupa Perda atau Perwali yang bisa di godok bareng ataupun di rumuskan sendiri sendiri. Jangan hanya mencari kambing hitam saja." pungkasnya.
Untuk selanjutnya, Jenderal berharap dengan adanya action dari DPR maupun pemerintah kota, mau di apakan kasus jl pemuda ini.
Apakah Ijinnya di evaluasi kembali,
atau di tutup atau mungkin tetap di buka (sesuai SOP). Semua kembali kepada kesigapan fungsi legislasi di kota ini.


Post A Comment: